Mahasiswa UK tidak mau kuliah
Oleh:Ilham dan Abdul Gani, Liputan Karimun
Bahkan seorang mahasiswa, Sukarmi tidak bisa menahan tangisnya ketika mengadu ke Komisi A. Ia menangis, karena ingat orang tua laki-lakinya di Tanjungbatu yang seorang pemotong getah. Dengan pekerjaan itulah orang tua membiayai kuliahnya selama ini. Namun, Yayasan Tujuh Juli dan Rektor UK telah menghancurkan masa depannya dan cita-citanya untuk menjadi sarjana dan seorang guru.
"Saya sedih pak, orang tua hanya seorang pemotong getah di Tanjungbatu. Mereka berharap saya bisa kuliah dan menjadi guru. Namun, cita-cita dan harapan orang tua saya pupus sudah. Untuk memulai kuliah dari semester awal lagi, jelas saya tidak sanggup," ucap Sukarmi.
Sebelumnya di dalam ruang Banmus DPRD, Susi Aryani yang juga mahasiswa ikut prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) angkatan 2008 bersama belasan mahasiswa lainnya menyampaikan keluh kesah kepada Ketua Komisi A Jamaluddin, Wakil Ketua Zullfikar dan Sekretaris Anwar Hasan terkait banyaknya permasalahan yang terjadi kampus mereka. Mereka bertekad tak ingin kuliah lagi karena merasa telah ditipu bertahun-tahun.
"Kami merasa tertipu, dan korban baik materil maupun waktu yang tidak bisa terbeli. Kami sudah sepakat untuk berhenti kuliah karena tak mungkin kami kuliah lagi dari semester awal. Kami sepakat menuntut ganti rugi kepada Yayasan Tujuh Juli atas biaya yang kami keluarkan selama ini dan kerugian non materil yang kami terima," kata Susi Aryani lantang.
Susi dan kawan-kawannya memberi tenggang waktu tiga hari kepada Yayasan Tujuh Juli dan Rektor UK untuk menanggapi permasalahan mereka. Namun, jika dalam waktu yang ditentukan itu tanggapan mereka tidak dipenuhi, maka mereka sepakat akan menempuh jalur hukum. "Kalau tidak berhasil di Karimun, kami akan mencari penegak hukum diluar Karimun," tegasnya.
Mahasiswa yang selama ini juga mengajar di salah satu sekolah swasta mengaku harus membagi waktu antara pekerjaan, kuliah dan keluarganya. "Cobalah bayangkan, pagi saya harus mengajar, malam kuliah, sepulang kuliah harus mengerjaan tugas. Saya rela meninggalkan suami dan anak-anak. Namun, nyatanya kami telah ditipu oleh pihak yayasan dan rektor," kata Susi.
Sinta Olivia, mahasiswa lainnya mengatakan, untuk melanjutkan kuliah, mereka tetap dibebankan dengan biaya semester tujuh. Jadi kalau rektor berkoar di media kalau biaya kuliah di UK dibebaskan adalah suatu bentuk penipuan. "Kami sudah tak percaya lagi dengan orang-orang yang ada di UK itu. Yayasan dan Rektor UK penipu," kata Sinta keras.
Ketua Komisi A Jamaluddin menegaskan, akan membatu mahasiswa tersebut dengan memanggil pihak Yayasan Tujuh Juli, Rektor dan kalau perlu Sekda Karimun. Namun, Jamaluddin meminta waktu menyelesaikan masalah itu setelah masa reses DPRD berakhir.
"Kami berjanji akan membantu adik-adik mahasiswa, tapi tidak dalam waktu tiga hari karena ada jadwal reses. Setelah tanggal 20 kami akan panggil pihak yayasan dan rektor UK ke sini," kata Jamaluddin.
Bahkan, Jamaluddin siap membantu menemani mahasiswa tersebut ke aparat penegak hukum jika setelah pertemuan tak ada itikad baik dari pihak yayasan dan rektor untuk menyelesaikan masalah ini.
"Kalau memang tak penyelesaian, saya siap menemani adik-adik untuk melaporkan ini ke aparat penegak hukum," kata Jamal.
Wakil Ketua Komisi A Zulfikar menilai ada beberapa indikasi kenapa para pendiri UK merasa tidak ada beban ketika izin prodi tak ada namun tetap menerima pendaftaran mahasiswa. Ia menilai penyebabnya, ada pejabat di Karimun dengan mudah untuk mendapatkan gelar tanpa harus mengikuti kuliah langsung.
"Selama ini mereka kan dengan mudah mendapatkan gelar sarjana. Karena begitu mudahnya mendapatkan gelar sarjana itu, jadi mereka seolah tak ada beban dan berfikir untuk memberikan gelar sarjana kepada mahasiswa di UK sama seperti mereka," kata Zulfikar.
Seluruh straf kampus Universitas Karimun (UK) beramai-ramai meninggalkan kampus sejak Selasa (13/3) pagi. Aksi tersebut mereka lakukan lantaran enggan diajak duduk semeja dengan Rektor UK Abdul Lati yang bermaksud mengumpulkan mereka untuk klarifikasi dan menyelesaikan masalah secara baik-baik.
Akibatnya, aktivitas kampus pun tampak sepi dan lengang dari biasanya. Serta tak terlihat adanya aktivitas atau hiruk pikuk dari kegiatan belajar. Kondisi itu terlihar sejak pukul 09.30 WIB.
Candra, yang merupaan salah seorang staf kampus kepada Haluan Kepri mengatakan, pagi-pagi sekali para staf di kampus UK diharuskan kumpul bersama Rektor Abdul Latif dengan maksud untuk mengklarifikasi.
"Kami cuma mau dia dipecat dari jabatan rektor. Dan pihak yayasan harus segera memberhentikan Abdul Latif. Kami juga tidak mau ada lobi-lobi lagi," tegasnya.(ham/gani)
0 komentar: